Bisa jadi, Tuhan yang saya sembah, adalah Tuhan yg picik, sepicik fikiranku, yang telah membuatNya. Bisa jadi juga, Tuhan yang Anda sembah, adalah juga Tuhan yg picik, Sepicik fikiran Anda, yang telah membuatNya. PERGOLAKAN PEMIKIRAN, zona para pemerhati dan perindu kebenaran. Singsingkan motifasi positif dalam berbeda pendapat. Pancarkan semangat fair-play dalam tiap kompetisi. Waspada untuk tak terjebak dalam stagnasi. Butuh nyali untuk berenang, menyelam dan terbang. Waspadai Ide ! Waspadai Fikiran ! Waspadai Kehendak !

TIGA PRINSIP DASAR MENAPAK JALAN KEGURUAN

Tema ini adalah kelanjutan dari tema sebelumnya, yaitu...
TIGA PRINSIP DASAR MENAPAK JALAN KEILMUAN.

Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, nahwa...
Seluruh keilmuan kita adalah hasil pencerapan kita terhadap informasi.
Jika informasi yang masuk itu bermuatan buruk, maka...
Kita akan menyerapnya menjadi pemahaman-pemahaman yang buruk.

Masalahnya sekarang...
Mungkinkah informasi yang baik bisa keluar dari sumber yang buruk?
Jika hanya punya yang buruk, bisakah dia memberikan yang baik.

Disinilah masalah sumber informasi itu menjadi sangat menentukan
khususnya terhadap mutu & perkembangan ilmu kita.
Sementara itu, kitapun sudah sangat faham, bahwa...
Sumber informasi itu tak terhitung jumlahnya.
Baik yang melalui media tulisan maupun media lisan.
Baik yang melalui media interaksi personal maupun interaksi sosial.

Bagaimana agar kita bisa lebih selektif ditengah berbagai sumber informasi ini?

Kita akan sangat kesulitan jika kita menggunakan gais berfikir horizontal.
Apakah yang harus kita jadikan alat-ukur & kriteria-kriterianya.
Apa, siapa, dan bagaimananya
yang mesti kita pilih & tetapkan sebagai sumber primer informasi.
Bahkan kita akan sangat riskan terjebak kedalam subyektifitas keseleraan kita.
Bagi yang seleranya tinggi terhadap seni-peran, dia akan mencarinya didunia selebritis.
Sedang yang seleranya tinggi terhadap politik, dia akan mencarinya didunia politik.
Dst... sesuai dengan kecenderungan masing-masing orang.

Lalu...
Bagaimana agar kita bisa lebih selektif ditengah berbagai sumber informasi ini?

Ada garis berfikir yang jauh lebih praktis namun lebih valid, yaitu...
Dengan mengembangkan garis berfikir hierarkhi vertikal, yaitu...
Dengan mengembangkan cara berfikir tauhidi, yaitu...
Menarik dari sumber tertinggi, secara hierarkhis, kita turunkan hingga kediri kita.

Kurang lebih proses sederhananya tergambarkan sbb:
Sumber kebenaran adalah Tuhan.
Tapi kita mesti mengakses kebenaran hakiki tsb melalui Duta-Duta Tuhan.
Jika kita telah mampu, kita bisa langsung mengakses ke Beliau itu.
Maka kita dengan mantap menetapkan beliau sebagai sumber informasi primer kita.
Jika belum mampu akses langsung, kita upayakan bisa akses ke Wakil Beliau.
Wakil Beliau itu tentunya yang ditunjuk/ditugasi oleh Beliau sendiri.
Tidak bisa disebut Wakil Beliau, manakala ditetapkan atas hasil aklamasi kita.
Jika kita belum mampu mengakses langsung ke Sang Wakil tsb... alternatifnya..
Kita berupaya mengakses Wakilnya Sang Wakil tsb.
Begitulah seterusnya, kita turunkan, hingga ke hadapan kita.
Dari bangunan berfikir itulah maka saya menyimpulkan sebuah formula
yang kemudian saya sebut sebagai...
TIGA PRINSIP DASAR MENAPAK JALAN KEGURUAN.
Dalam rangka berproses merangkak ke atas secara bertahap.
Taati Guru Kebenaran yang ada saat ini.
Cari Guru Kebenaran yang lebih tinggi.
Pindah kepada Guru Kebenaran yang lebih tinggi itu... dst...
Hingga semakin terdekatkan kepada Guru Kebenaran hakiki...
Dalam garis hierarkhi yang bersambung kepada Sumber Kebenaran (Alloh swt).


Ketiga formula tersebut...
masing-masing menuntut konsekuensi logisnya, antara lain:

1. Saya harus selalu mentaati Guru Kebenaran saya saat ini.
Saya bisa rasakan dengan jelas manakala mau sedikit serius & cermat.
Dari sekian banyak serasa pantas kita sebut sebagai Guru...
Ada satu diantaranya yang memberikan kontribusi terbanyak atas diriku.
Beliaulah yang harus saya posisikan sebagai Guru Kebenaran saya saat ini.
Beliaulah yang telah menjadikan perhatianku terhadap kebenaran kian meninggi.
Yang telah menjadikan semangatku terhadap kebenaran kian menggelegak.
Yang telah menjadikan kerinduanku terhadap kebenaran kian menggebu.
Beliaulah yang telah menjadikan kebutuhanku terhadap Alloh kian tak tergantikan.

Ringkasnya...
Siapa yang telah mampu mempengaruhiku sehingga lebih dekat kepada Tuhan.
Dialah yang harus kita jadikan Guru Kebenaran sementara ini.
Dia itu, bagi masing-masing kita bisa berbeda.
Dan, ini sangat penting, setiap orang hanya bisa menemukan siapa "dia" itu.
Hanya manakala kita mau serius membanding dengan jujur, jujur yang tanpa syarat.


2. Saya harus selalu mencari Guru Kebenaran yang lebih tinggi.
Saya sangat menyadari, bahwa Guru Kebenaran yang kutemukan saat ini...
Belumlah merupakan figur sempurna yang bisa saya jadikan terminal.
Saya sangat menyadari, bahwa saya harus terus berproses, ini barulah halte.
Saya harus berjalan untuk menuju halte berikutnya.

Salah satu kriteria primer untuk bisa lebih meyakini Guru kita saat ini...
Apakah Beliau memproses kita untuk diajak ke Guru yang lebih tinggi...
Atau malah sebaliknya, dia ingin menjadikan dirinya sebagai terminal...??

Apabila kita selalu diarahkan untuk menemukan Guru kebenaran yang lebih tinggi...
Berbahagialah, lebih yakinlah, & kian posisikan diri sebagai murid yang baik.
Beliau benar-benar bisa kita andalkan sebagai jembatan untuk menuju halte berikutnya.

Sebaliknya... Selalu waspada & makin berhati-hatilah...
Jika ternyata beliau itu cemburu & tak rela bila kita mencari guru yang lain.
Alih-alih mengajak kita, dia malah marah ketika kita belajar di guru yang lain.
Yang begini ini, mesti kita hormati, dengan cepet-cepat mencari guru lain yang lebih tinggi.

Guru SD yang baik, ia akan bersyukur melihat mantan muridnya kini telah di SMA.
Guru yang bukan guru, dia tak ingin murid-muridnya berguru kepada selain dirinya.
Bagai seorang guru SD, yang maunya kita di SD itu... terus.
Kagak rela kalau kita pindah ke guru SMP. ....hehee... lucu ya....
Kasus seperti ini aneh tapi nyata.
Sepertinya hal yang mustahil, namun terbukti ada.
Lihatlah... ironisnya itu justru terjadi di komunitas-komunitas yang berbaju religius.
Uhhh.... padahal dilembaga pendidikan formal saja, hal seperti itu sudah sangat aib.
Menggemaskan.... sekaligus sangat memprihatinkan....
Justru itu menjamur di majelis-majelis pendidikan yang berbendera agamis !!

Oh God.... Adrikny ya Robb... Sholluu 'alaa Muhammad wa Aali Muhammad.


3. Saya harus berani berpindah kepada Guru Kebenaran yang lebih tinggi.
Saya juga sangat menyadari, hal ini akan menimbulkan gesekan-gesekan psikologis.
Psikologi diri kita sendiri. Psikologi komunitas yang terkait. Serta lail lain yang terkait.
Terutama bagi psikologi seorang bukan guru yang ngotot mengaku guru.

Efeknya kadang enteng-enteng saja dan cepat menghilang tertelan waktu.
Tapi ada juga yang hingga menghebohkan... hingga carut-marut berkepanjangan.

Namun yang pasti, justru makin manis, & yang indah kian indah...
Bagi siapapun yang terus berproses & terus berproses...
dengan selalu & kian FOKUS terhadap TUJUAN
dengan selalu & kian WASPADA terhadap NIAT
dengan selalu & kian KONSENTRASI terhadap TUGAS

Yang ikhlan akan kian asyik & fresh.
Yang riya' akan kian letih & stress.


____________


Mohon maaf sekali lagi....
Mohon perkenan kemakluman dari Anda semua...

Bahwa seluruh isi dari web ini...
sama sekali tidak representatif untuk meng-atasnama-kan pihak manapun.
Kecuali sebagai sebuah paparan proses pemahaman,
ditengah proses yang masih amat jauh & panjang...
dari seorang bocah yang tengah berjuang memahami taklif kehambaannya...
yang amat merindukan seteguk air susu dari Ibu-Zamannya...
untuk bisa memproteksi & meng-imunisasi diri dari virus-virus talabbusat modern.
Seorang bocah kecil yang tengah berjuang menumbuhkan potensi kedewasaannya,
demi menggapai Menejemen Kehendak Tuhannya,
agar ia mampu meridhoi, apapun yang diridhoiNya...